5 Red Flag Korea Selatan, Tak Seindah Drama Korea

Masih Oke Untuk Wisata, Tapi Kamu Harus Pikir 2 Kali Untuk Tinggal di Sana Teknologi yang semakin canggih membuat penyebaran informasi semakin masif dan mudah. Semua orang dari belahan dunia dapat dengan mudah pula mempelajari budaya dan sosial dari tempat lainnya. Salah satu budaya yang sangat menarik untuk dikulik dan pelajari terutama oleh kalangan muda adalah budaya korea.

Budaya korea sendiri bisa berupa style atau cara berpakaian, make up, makanan, drama, hingga musik. Tak sedikit yang akhirnya ingin belajar lebih dalam tentang budaya korea, terutama mengenai bahasa.dewa poker

Negara Korea Selatan pun menjadi salah satu negara impian para penggemar korea. Dalam drama, Korea digambarkan begitu indah dan glamour dengan segala modernisasinya. Gedung pencakar langit, lokasi wisata yang indah. Tak hanya itu, sistem pendidikan yang menempati posisi kedua setelah Denmark pada tahun 2023 (Dikutip dari wordtop20.org) sehingga tak sedikit siswa yang menargetkan Korea Selatan sebagai destinasi untuk melanjutkan pendidikan mereka.

Sayangnya, gambaran media tentang Korea Selatan tak seindah itu. Ada beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan untuk tinggal di Korea Selatan, terutama untuk orang Indonesia yang terbiasa dengan budaya ketimuran.

5 Red Flag Korea Selatan

Islamophobia Korea Selatan memang memiliki beberapa masjid besar, salah satunya adalah Seoul Central Mosque. Namun, sebagai kaum minoritas tentu saja warga muslim tidak bisa hidup seleluasa warga biasa. Warga Daegu menentang pembangunan sebuah masjid dengan memasang spandung bertuliskan penolakan, bahkan memasang kepala babi di lokasi yang akan dibangun masjid. 

Akun Instagram @subtle_crazy ikut membagikan momen dimana warga Daegu melayangkan protes yang menggambarkan islamofobia. Unggahan ini pun memberikan banyak respon. Beberapa komentar warga Korea pun menyetujui tindakan warga Daegu yang melayangkan protes meski ada juga yang merasa malu dengan tindakan warga negaranya.

Rasis dan Diskriminatif Meskipun memiliki sistem pendidikan yang baik, tetapi warga Korea dikenal rasis dan diskriminatif terhadap orang asing, terutama Asia Tenggara. Banyak yang beranggapan hal ini terjadi karena Korea Selatan lebih maju dibanding dengan negara di Asia Tenggara yang memang kebanyakan masih negara berkembang.

Kasus yang sempat gempar adalah pembukaan ajang Olimpiade 2020 dimana salah satu stasiun TV Korea Selatan yang menayangkan simbol-simbol nyeleneh dari berbagai negara. Indonesia sendiri digambarkan sebagai negara dengan kasus Covid-19 tertinggi. Kontan ini menimbulkan amukan netizen Indonesia

Dikutip dari Narasi, 7 dari 10 imigran di Korea Selatan mengalami rasisme dan diskriminasi. Mulai dari peremehan verbal, gangguan privasi, memandang secara tidak menyenangkan, hingga pelecehan seksual.

Budaya Minum Miras Budaya minum di Korea Selatan bukan serta merta untuk kesenangan belaka. Namun, budaya inin mengandung filosofis dan etika. Ini merupakan tradisi sosial yang bisa disebut hoesik. Masyarakat Korea Selatan percaya bahwa kegiatan minum bersama bisa membantu mendekatkan mereka satu sama lain.

Biasanya orang Korea mengkonsumsi bir atau soju yang merupakan minuman keras khas Korea Selatan.

Selain sebagai tradisi sosial, budaya minum miras ini juga dipercaya dapat menghilangkan stres dan untuk relaksasi, warisan budaya dan rasa hormat, dan ekspresi emosi dan kebebasan.

Budaya ini tentunya kurang cocok bagi orang Indonesia khususnya yang beragama muslim karena meminum miras bukan hal yang lumrah terjadi di Indonesia.

Patriarki dan Misoginis

Korea Selatan juga dikenal sebagai salah satu negara yang patriarki dan misoginis. Kala Yoon Suk Yeol terpilih menjadi presiden, patriarki dan misoginis semakin nampak. Bahkan, ketika kampanye Yoon Suk Yeol berhasil menggaet suara dari kelompok anti-feminis dan pria muda di Korea Selatan.

Ketika kampanye, Yoon Suk Yeol juga berjanji akan membubarkan Kementerian Perempuan di Korea Selatan dan menegaskan sanksi bagi pelapor kekerasan seksual yang dianggap membuat data palsu.

Data menunjukkan bahwa Korea Selatan berada di peringkat 99 dari 146 negara dalam hal kesenjangan gender. 

Dalam buku Kim Ji Yeong Lahir 1982 pun dijabarkan beberapa tindakan Patriarki dan kesenjangan gender struktural secara singkat. Mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan kerja, hingga lingkungan masyarakat.

Jam Belajar dan Kerja yang Ekstrim

Hal yang cukup awam bagi masyarakat Korea Selatan adalah bekerja dan belajar dengan jam yang cukup banyak. Orang Korea Selatan memang dikenal sebagai pekerja keras. Jam kerjanya saja bisa lebih dari 60 jam seminggu. Dibanding Indonesia yang hanya 40 jam seminggu, tentunya ini cukup jauh.rtp live slot

Selain itu, siswa di Korea Selatan juga memiliki jam kerja yang cukup banyak, yaitu 8 jam sehari mulai dari jam 8 pagi hingga 4 sore. Untuk tingkat SHS (Senior High School) siswa bahkan tidak menutup kemungkinan akan menambah jam belajarnya untuk bersiap mengikuti Seundung atau tes masuk perguruan tinggi negeri di Korea Selatan.

Tingginya jam kerja dan jam belajar ini tak ayal menimbulkan stress bagi pekerja dan pelajar. Tekanan yang diberikan menimbulkan depresi hingga menyebabkan tindakan bunuh diri yang tinggi di negara tersebut.

Itulah beberapa red flag dari Korea Selatan yang seharusnya menjadi petimbangan untuk tinggal atau menetap di Negeri Ginseng tersebut. Pada kenyataannya, drama yang ditayangkan memang tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi di Korea. Oleh karena itu, jangan mudah tergiur untuk pindah negara.rtp dewapoker

Comments

Popular posts from this blog

Campur Kode Di Kalangan Penggemar K-Pop Di Media Sosial

NewJeans Cetak Sejarah di MAMA 2023